Senin, 22 Juni 2015

essai keberuntungan hakiki dalam hidup



Keberuntungan Hakiki Dalam Hidup
Oleh: Moh. Abdul Majid Al Ansori
PP. MAMBAUL ULUM BATA-BATA

Berbanggalah! Berbahagialah! Bagi jiwa yang tenang dan tentram disana. Begitu besar keberuntungan yang ia peroleh. Ia telah berada di jalan yang benar. Dan akan tiba saatnya, dimana kemenangan dapat ia genggam, ia rangkul, ia songsong dengan untaian puja dan puji syukur pada Robb-nya.
Begitula seharusnya. Rasa syukur memang sepatutnya selalu dipanjatkan bagi jiwa-jiwa yang tentram yang biasa kita sebut sebagai santri ini. Status santri dalam kacamata publik mungkin hanyalah sekumpulan pemuda bersarung, berkopyah, dan paham akan ilmu agama. Namun secara otoritasnya, dan ketika dipandang dari sisi yang berbeda tak hanya sekilas dan sepintas itu mereka cukup menggambarkannya.
Selain dari aspek nilai dan norma agama, masih banyak rahasia-rahasia di balik keberadaan santri itu sendiri. Namun terkadang, seorang santripun tidak tahu menahu akan hal itu. Padahal hal itu kian tumbuh subur di dalam keperibadian mereka.
Lantas, bagi mereka yang merasakan keberadaaan rahasia yang bergejolak dalam diri mereka tersebut, maka mereka akan berusaha mengembangkan potensi rahasia itu yang bermuasal dari sosok santri yang mereka miliki. Dengan dorongan syukur dan panjatan doa, hingga mereka benar-benar dapat memiliki keperibadian dengan jiwa yang tenang dan tentram seperti yang disebutkan barusan.
Lalu bagi mereka yang tidak tahu menahu akan rahasia itu, Mereka hanya akan melakukan aktifitas kesehariannya tanpa memperhitungkan adanya power atau kekuatan yang membantu diri mereka dalam melaksanakan segala kegiatan padat mereka. Mereka tidak merasakan hal itu, yang mereka rasakan hanyalah bagaimana diri mereka selalu berada dalam posisi yang benar dan tidak akan pernah melakukan kesalahan. Itulah yang mereka jadikan pedoman dan acuan dalam menjalani hari-hari mereka. Namun, dari hal tersebut tidak ada yang harus dikhawatirkan. Sebab, yang menjadi prioritas utama dalam hal ini adalah titik akhirnya. Dimana seorang santri menjadi sosok yang berjiwa tenang, tentram, dan bersahaja. Dan hal itu tentunya akan mereka sadari di penghujung kemenangan mereka.
Itulah perihal santri di dalam kaca mata publik. Adapun menurut pandangan ilmu agama sendiri, yang memang merupakan pijakan bagi kaum santri. Sungguh tiada tara lagi kemuliaan dan keagungan seorang santri. Mereka yang diistilahkan sebagai “Tholibul Ilmi” oleh para pengarang dalam kitab-kitab klasiknya, seakan-akan telah menempatkan diri pada suatu tingkatan yang amat tinggi. Begitu pula bagi mereka orang-orang awam, yang masih sangat kental dan berpegang teguh menjalani tradisi dan nilai-nilai keagamaan. Sepak terjang santri menjadi sorotan utama bagi mereka. Bahkan, seperti orang tua, sanak saudara, dan para kerabat akan mengorbankan berbagai hal. Mulai dari yang bersifat tenaga ataupun materi teruntuk bagi Tholibul Ilmi yang kita kenal sebagai santri. Dalam hal ini, seorang ulama bernama Syeh Az-Zarnuji mengutip sebuah perkataan dari Syeh Sadiduddin Syairazi dalam kitabnya ;
“Guru-guruku berkata, “barangsiapa yang menginginkan anaknya menjadi orang yang berilmu, maka sepantasnya ia menjaga, memuliakan, menghormati, dan memberi segala sesuatu kepada mereka yang pergi untuk belajar (mondok).””
Seperti itulah sebenarnya santri dari dua buah kacamata yang berbeda. Sekilas dari penjabaran yang telah dipaparkan barusan, tentunya kita akan timbul sebuah pertanyaan besar. Pertanyaan yang berusaha menguak rahasia di balik jubah kepribadian pada figur seorang santri. Sebenarnya apa yang membuat mereka begitu istimewa? Lalu apa makna dari sebuah keberuntungan yang mereka peroleh? Dari kedua pertanyaan ini, maka jawaban yang sangat akurat setelah melakukan riset dan penelitian secara seksama adalah :

a.   Pengokohan Diri Akan Ilmu Dan Norma-Norma Keagamaan
Kategori ini merupakan kategori yang paling mudah dicerna dan ditemukan dari kepribadian seorang santri. Bahkan semua orang pun pasti tahu. Karena hal ini merupakan tujuan utama mereka menimba ilmu dan berdomisili di pondok pesantren yang mereka tempati. Meskipun hal itu didasari oleh perintah atau anjuran dari orang-orang di sekeliling mereka. Sehingga pada akhirnya, mereka akan sadar dengan sendirinya bahwa kehendak orang-orang di sekeliling mereka bukanlah untuk menjerumuskan melainkan untuk membentengi diri mereka dengan keimanan dan ketaqwaan berdasarkan ajaran islam yang benar.
Namun, proses pengokohan diri ini perlu adanya usaha dan kerja keras. Sehingga tidak semudah membalikkan telapak tangan mereka bisa menggapainya. Seorang pepatahpun mengatakan ;
بقدرما تتعنّى تنال ما تتمنّى
Kadar keberhasilan seseorang didasari oleh kadar usaha dan kerja kerasnya”
Selain kerja keras, mereka juga membutuhkan kesemangatan begitu pula suplai dorongan. Dorongan ini bisa datangnya dari orang tua, guru, teman, serta lingkungan di sekitarnya.

b.  Kemandirian
Inilah yang patut dibanggakan oleh kaum santri mengenai statusnya. Sosok yang begitu ironis layaknya para tahanan, jauh dari orang tua, sanak saudara, dan para kerabat begitu pula jauh dari tempat kelahirannya yang begitu mereka rindukan. Mereka berusaha menjalani hari-hari mereka dengan kesendirian. Meskipun, sebenarnya mereka masih punya banyak teman. Namun, tanpa kehangatan figur orang tua membuat mereka merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Apalagi bagi mereka yang bermuasal dari tempat yang jauh, berbatas kota ataupun pulau. Sehingga rasa rindu yang mendalam akan tumbuh subur mengiringi perjalanan langkah mereka setiap harinya. Namun dari hal itu, mereka akan semakin tegar. Mereka akan membangun kesemangatan tanpa henti hingga mereka menjadi sosok yang mandiri dan siap menghadapi segala tantangan yang menghadang.

c.   Bertambahnya Wawasan Dan Pengalaman
Hal ini juga tidak boleh luput dari sorotan analisa kita. Mengapa demikian? tidakkah kita ketahui, bahwa sebuah pondok pesantren apalagi pondok pesantren yang memang sudah masyhur di kalangan masyarakat. Menyimpan beraneka ragam santri mulai dari segi wilayah, suku, ras, dan semacamnya. Dari perbedaan yang sedemikian rupa, akan menambah wawasan dan pengalaman mereka yang berdomisili di pesantren tersebut. Wawasan tentang berbagai tempat di berbagai belahan dunia beserta corak ragamnya seperti budaya, bahasa, adat istiadat, pakaian, dan lain-lainnya tak akan tertinggal dari rentetan wawasan yang mereka peroleh.
Begitu pula dalam hal pengalaman. Berteman dengan orang-orang yang tidak mereka jumpai sebelumnya di daerah asal mereka dapat menjadi pengalaman yang menarik bagi mereka. Mereka bisa mengetahui bagaimana teman mereka berbicara, bersikap, dan berinteraksi sesama santrinya. Dan dari pengalaman-pengalaman barusan, mereak bisa mengambil ibroh atau pelajaran berharga dari teman-teman mereka yang beragam tersebut.
Selain segudang pelajaran yang dapat mereka petik dari pengalaman atau kebiasaan teman-temannya, mereka juga bisa untuk saling berbagi. Misalnya berupa pengalaman pribadi seperti asal-usul daerah, kisah riwayat hidup, cerita leluhur dan lain-lain. Jadi, selain menerima, mereka juga bisa memberi. Menyenangkan bukan? Begitulah potret kehidupan santri sebenarnya.

d.  Tumbuhnya Solidaritas Diri Dan Persahabatan Yang Baik
Oh sahabat.........! pelipur lara dalam jiwa yang terbungkam akan kesendirian.
Inilah hikmah terbesar dari adanya sebuah perkumpulan, kebersamaan, dan persahabatan. Persahabatan yang terjalin antara seorang santri dengan santri lainnya memang sangatlah erat. Mengapa tidak? Berbagai aktifitas sehari-hari baik yang bersifat pribadi ataupun secara keseluruhan selalu mereka jalani bersama. Mulai dari makan, mengaji, berangkat ke sekolah, dan aktifitas lainnya.
Seorang sahabat bagi santri merupakan obat penawar luka. Luka berbekas yang di faktori oleh kerinduan mereka pada sanak famili di rumah. Dengan hadirnya seorang sahabat mereka akan merasa terhibur. Tak akan ada lagi kegundaha dalam diri mereka. Sehingga mereka akan dengan mudah menggapai segenap impian mereka di pondok pesantren yang mereka singgahi. Bahkan tak jarang, seorang sahabat dapat menjadi motifator handal yang berjasa besar memupuk kepribadian seorang santri.
Bisa kita bayangkan, seandainya kita berada di sebuah tempat yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Tak ada orang yang dapat kita tanyakan. Tak ada pula teman yang menemani kita saat itu. Betapa menyedihkannya kita!
Dari sekian banyak teman, pasti salah satu di antara mereka adalah seorang teman sejati. Teman sejatilah yang mengerti akan suka dan duka seseorang. Teman sejatipun telah digambarkan dengan gamblang oleh seorang pepatah arab. Ia berkata;
الرفيق هو الّذي يفرح لفرحك و يحزن لحزنك
”Sahabat seajti adalah orang yang bahagia karena kebahagiaanmu dan bersedih karena kesedihanmu”

e.   Sikap Kedisiplinan
Sikap kedisiplinan secara hakiki setara derajatnya dengan kejujuran. Dimana seseorang yang memiliki sifat disiplin akan mudah di percaya dan semua tugas-tugasnya dapat kita pertimbangkan. Nah, selain kemandirian dan solidaritas, santripun juga punya yang namanya kedisiplinan ini.
Kedisiplinan merupakan sifat yang terpuji. Sehingga ulama terdahulu mengistilahkannya dengan sebuah perkataan ISTIQOMAH. Dan dari sifat istiqomah itu sendiri, memiliki beribu-ribu manfaat. Namun, yang terpenting adalah bahwa istiqomah tersebut dapat menghantarkan seseorang menuju sebuah tingkatan yang diistilahkan dengan KAROMAH. Karomah inilah yang menghiasi seseorang dengan pernak-pernik kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain pada umumnya. Sering dikatakan oleh para ulama ;
اطلب الإستقامة و لا تطلب الكرامة لأنّ الإستقامة عين الكرامة
berusahalah kamu untuk istiqomah (disiplin) dan janganlah kamu mencari sebuah karomah, karena istiqomah adalah urgensi dari karomah.”
            Selain waktu, seorang santripun dituntut pula untuk disiplin dalam hal tempat. Maksudnya, posisi yang mereka tempati ketika menjalani rutinitasnya tak pernah dirubah ataupun diganti. Dengan artian, mereka tidak pernah berpindah-pindah tempat atau posisi.
            Dari kedisiplinan di atas, seorang santri dapat melatih dirinya agar disiplin dalam hal-hal yang lain. Seperti, disiplin dalam menjaga hati, disiplin dalam beribadah, dan lainnya. Dan sifat kedisiplinan tersebut dapat mereka sandang dan diamalkan ketika sudah lepas landas di arena masyarakat luas.

f.     Taat Akan Peraturan Dan Undang-Undang
Di sinilah titik temu dimana santri akan merasa terpenjara dan mengalami penyiksaan batin yang menyeluruh dalam diri mereka. Di awal, saat mereka baru merasakan aroma khas pondok pesantren, hal ini menjadi tantangan terberat bagi mereka. Sehingga perasaan sedih, gundah gulana, dan keinginan untuk pulang seringkali terlintas di benak mereka. Hal itu terjadi karena didukung oleh ketidak tahuan mereka akan arti dari sebuah perundang-undangan. Mereka mengira bahwa adanya undang-undang yang berbelit-belit membuat mereka tidak merasakan kebebasan dan merasa terkekang. Hal itu terus mereka lalui setiap harinya. Sehingga bagi mereka yang bertahan, sebuah keajaibanpun akan muncul pada akhirnya. Mereka akan sadar bahwa di balik adanya sebuah undang-undang pasti ada hikmah yang begitu besar. Dan memang begitulah hakikat undang-undang sebenarnya. Undang-undang dibuat bukan untuk dilanggar melainkan untuk dipatuhi. Dan hal itu pasti didasari oleh alasan yang kuat. Yang intinya, pasti demi kebaikan santri itu sendiri.
Ketaatan seorang santri pada sebuah undang-undang bisa dijadikan sebuah tolak ukur mereka pada Kiainya. Karena, saat kita koreksi kembali, bukankah undang-undang tersebut dibentuk oleh beliau, atau pengurus pesantren yang tentunya berdasarkan persetujuan beliau? Maka dari hal itu, sifat kepatuhan dari seorang santri sedikit demi sedikit akan terpatri lekat dalam kepribadian mereka.
Tidak beruntung mereka yang patuh akan undang-undang. Seseorang tanpa diliputi oleh sebuah undang-undang  akan menjadi liar. Layaknya seekor binatang. Bertindak semaunya tanpa ada rasa malu dan menoleh kanan kiri. Lalu bagaimana perihal alam semesta ini? Allah SWT juga telah menetapkan berbagai peraturan di dalamnya yang harus dipatuhi oleh semua penghuninya.

g.    Kesederhanaan
Sederhana atau yang bisa disebut dengan Iqtishod juga merupakan sebagian dari sifat-sifat yang menghiasi kepribadian seorang santri. Sebuah kesederhanan bukan berarti harus didera kemiskinan. Orang kaya saja tidak menutup kemungkinan untuk memiliki sifat ini.
Nah, dalam konsep kesederhanaan ini seorang santri akan melibatkan diri mereka di dalamnya. Sifat kesederhanaan itu akan menghantarkan mereka menjadi orang yang bersahaja terutama religius. Lagi pula, sangat tidak relevan sekali jika santri memiliki pola hidup yang melampaui batas maksimalnya.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa suatu kesederhanaan bukan berarti kemiskinan. Sehingga ta’rif  atau definisi singkat yang sangat pas dengan konsep kesederhanaan ialah membelanjakan harta sesuai kebutuhan. Cukup ringkas dan padat. Jadi, bukan berarti seorang santri harus berlebih-lebihan dengan membeli apa saja yang diinginkan. Bukan pula santri harus terlalu hemat sampai tidak makan hingga berhari-hari. Bukan seperti itu konsep kesederhanaan yang sebenarnya.

Begitulah beberapa keistimewaan di balik rahasia-rahasia yang dimiliki oleh seorang santri. Namun, ini masih secara garis besarnya saja. Mungkin jika kita kaji lebih dalam lagi, akan lebih banyak hal yang dapat kita temukan. Maka berbanggalah bagi siapa saja yang beridentitas santri. Tidak perlu ada kegengsian. Yang terpenting adalah selalu bersikap benar dan menjaga diri agar tidak terjerumus pada kesalahan. Dan bersiaplah! Pada saatnya kita akan petik berjuta-juta kemenangan gemilang yang abadi, tertanam dalam jiwa kita.

Berjuta-juta impian ingin segera kita raih, namun masih ada proses dan aturan yang harus kita jalani. Agar hal itu menjadi begitu sempurna dan memuaskan.







Terima Kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar