Jumat, 24 Juni 2016

OPINI-Haruskah Menjadi Solusi?

Hasil gambar untuk no pacaran 


HARUSKAH MENJADI SOLUSI?

*Oleh : Moh. Abdul Majid Al Ansori

            Fitrah manusia yang sudah terpatri dalam kehidupan dunia terbentuk dengan keanekaragaman yang melimpah ruah. Dikala firmannya mampu memberikan arti atas segala ciptaan baik dalam rupa abstrak ataupun konkrit, sepatutnya anugerah terindah dalam hidup kita adalah hati dan fikiran dapat mengaktualisasikan dan menjadikannya sebuah pelajaran terhadap segenap realita alam ini.

            Salah satu bukti nyata yang mengindikasikan problematika yang terus berkepanjangan hanya karena sirah sebuah ayat pada surah Al-Hujarat ayat 13 yang artinya “Hai manusiasesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling kenal mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”
 
            Terciptanya laki-laki dan perempuan merupakan salah satu fitrah tuhan. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri adanya. Sehinga istilah kenalan dianggap menjadi sebuah anjuran atau tuntunan bahkan disebut-sebut sebagai sunnatullah. Refleksi ayat yang keliru ini seolah-olah membuka jalur keleluasaan bagi para remaja untuk merengkuh kebebasan secara faktual. Maka muncullah sikap moderat yang dijadikan pijakan berfikir dalam tahapan perkenalan yang mereka sesuaikan berdasarkan hasrat mereka sendiri. Kita tentu mengenal istilah pacaran, TTM-an, dan istilah lainnya yang berselimpangan di kalangan generasi muda zaman ini. Lebih ironisnya lagi, hal yang demikian begitu membudaya dan dijadikan syarat mutlak mwnuju jenjang pelaminan. Maka anggapan yang ada, pernikahan takkan terjadi tanpa adanya pacaran atau lebih sederhananya “saling kenal”. 

             “Tak kenal maka tak sayang” isilah yang begitu diagung-agungkan dan justru dijadikan tumpuan. Muncullah pertanyaan untuk segenap generasi bangsa, sudikah kalian mengarungi bahtera kehidupan bersama seorang pendamping hidup yang tidak kalian kenal sebelumnya? Siapkah kalian bila pertemuan kalian bermula disaat kalian sudah resmi menjalin sebuah ikatan? Sedikit yang akan menjawab iya, karena hal ini bagaikan tantangan yang tidak masuk akal. Nikah tanpa tahu pada orang yang dinikahi? Rumit bukan? Dari hal itulah budaya berpacaran dijadikan sebuah solusi guna mewujudkan perkenalan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Benarkah pacaran termasuk jalan keluar untuk mencapai tujuan pada potongan ayat “Lita’arofu”?

Lita’arofu yang sebenarnya?

            Manusia hidup dengan keanekaragaman, dan hal ini pula merupakan sebuah fitrah. Dari itu Islam sebagai agama yang bijaksana dan toleran, tidak akan membedakan terhadap strata sosial dari tiap individu ummatnya. Kesemua yang tergolong di dalamnya pastilah mempunyai hak-hak serta kewajiban yang sama. Sehingga patutlah, bila jalinan saling kenal mengenal  dapat diaplikasikan dalam ranah kehidupan sosial dengan tujuan guna membangkitkan rasa ukhuwah islamiyah antara sesama umat beragama Islam. Meski semua itu tentunya masih diruanglingkupi oleh bermacam-macam pijakan undang-undang. Anjuran untuk mengenal satu sama lain tidak mengharuskan kita untuk berpacaran bukan?

            Hal itu lantas bukan memberikan arti bahwa Islam penuh dengan pengekangan dan diskriminasi, melainkan Islam adalah agama yang disiplin menjaga norma dan pastilah mempunyai nilai kehormatan. Islam memang menganjurkan, tapi Islam punya aturan dan wewenang. Justru dari itulah kita merasa bahwa Islam tidak menelantarkan kita sebagai umatnya. Kita dijaga dan dipelihara menunjukkan kasih sayang Islam. Demikianlah lita’arofu itu berarti. Hal yang mudah untuk sekedar dijalani namun sungguh berat bila harus melihat pada arti. Bila masih berhasrat untuk pacaran, ingatlah tujuan ke depan. Ingatlah hal-hal yang harus kita lakukan hari ini dan mendatang.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar