HARUSKAH MENJADI SOLUSI?
*Oleh : Moh. Abdul Majid Al Ansori
Fitrah manusia yang sudah terpatri
dalam kehidupan dunia terbentuk dengan keanekaragaman yang melimpah ruah.
Dikala firmannya mampu memberikan arti atas segala ciptaan baik dalam rupa
abstrak ataupun konkrit, sepatutnya anugerah terindah dalam hidup kita adalah
hati dan fikiran dapat mengaktualisasikan dan menjadikannya sebuah pelajaran
terhadap segenap realita alam ini.
Salah satu bukti nyata yang
mengindikasikan problematika yang terus berkepanjangan hanya karena sirah
sebuah ayat pada surah Al-Hujarat ayat 13 yang artinya “Hai manusiasesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling kenal mengenal, sesungguhnya
yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”
Terciptanya
laki-laki dan perempuan merupakan salah satu fitrah tuhan. Hal tersebut tidak
bisa dipungkiri adanya. Sehinga istilah kenalan dianggap menjadi sebuah anjuran
atau tuntunan bahkan disebut-sebut sebagai sunnatullah. Refleksi ayat yang
keliru ini seolah-olah membuka jalur keleluasaan bagi para remaja untuk
merengkuh kebebasan secara faktual. Maka muncullah sikap moderat yang dijadikan
pijakan berfikir dalam tahapan perkenalan yang mereka sesuaikan berdasarkan
hasrat mereka sendiri. Kita tentu mengenal istilah pacaran, TTM-an, dan istilah
lainnya yang berselimpangan di kalangan generasi muda zaman ini. Lebih
ironisnya lagi, hal yang demikian begitu membudaya dan dijadikan syarat mutlak
mwnuju jenjang pelaminan. Maka anggapan yang ada, pernikahan takkan terjadi
tanpa adanya pacaran atau lebih sederhananya “saling kenal”.
“Tak kenal maka tak sayang” isilah yang begitu
diagung-agungkan dan justru dijadikan tumpuan. Muncullah pertanyaan untuk
segenap generasi bangsa, sudikah kalian mengarungi bahtera kehidupan bersama
seorang pendamping hidup yang tidak kalian kenal sebelumnya? Siapkah kalian bila
pertemuan kalian bermula disaat kalian sudah resmi menjalin sebuah ikatan?
Sedikit yang akan menjawab iya, karena hal ini bagaikan tantangan yang tidak
masuk akal. Nikah tanpa tahu pada orang yang dinikahi? Rumit bukan? Dari hal
itulah budaya berpacaran dijadikan sebuah solusi guna mewujudkan perkenalan
sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Benarkah pacaran termasuk jalan
keluar untuk mencapai tujuan pada potongan ayat “Lita’arofu”?
Lita’arofu yang
sebenarnya?
Manusia
hidup dengan keanekaragaman, dan hal ini pula merupakan sebuah fitrah. Dari itu
Islam sebagai agama yang bijaksana dan toleran, tidak akan membedakan terhadap
strata sosial dari tiap individu ummatnya. Kesemua yang tergolong di dalamnya
pastilah mempunyai hak-hak serta kewajiban yang sama. Sehingga patutlah, bila
jalinan saling kenal mengenal dapat
diaplikasikan dalam ranah kehidupan sosial dengan tujuan guna membangkitkan
rasa ukhuwah islamiyah antara sesama umat beragama Islam. Meski semua itu
tentunya masih diruanglingkupi oleh bermacam-macam pijakan undang-undang.
Anjuran untuk mengenal satu sama lain tidak mengharuskan kita untuk berpacaran
bukan?
Hal
itu lantas bukan memberikan arti bahwa Islam penuh dengan pengekangan dan
diskriminasi, melainkan Islam adalah agama yang disiplin menjaga norma dan
pastilah mempunyai nilai kehormatan. Islam memang menganjurkan, tapi Islam
punya aturan dan wewenang. Justru dari itulah kita merasa bahwa Islam tidak
menelantarkan kita sebagai umatnya. Kita dijaga dan dipelihara menunjukkan
kasih sayang Islam. Demikianlah lita’arofu
itu berarti. Hal yang mudah untuk sekedar dijalani namun sungguh berat bila
harus melihat pada arti. Bila masih berhasrat untuk pacaran, ingatlah tujuan ke
depan. Ingatlah hal-hal yang harus kita lakukan hari ini dan mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar