POTRET KEBUDAYAAN ISLAM YANG KIAN DIHILANGKAN
KARYA TULIS ILMIYAH
Diajukan untuk mengikuti lomba karya tulis ilmiyah
(LKTI)
yang diadakan oleh PEMUDA PECINTA BUKU
Disusun oleh :
MOH.
ABDUL MAJID AL ANSORI
ANIS BILLAH
ACH. ROFIKI ZAKKI
PONDOK PESANTREN MAMBAUL ULUM
BATA-BATA
PANAAN PALENGAAN PAMEKASAN
MADURA JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah.
Segala puji terhaturkan kepada allah swt. Atas nikmat taufik dan hidayahnya
yang berupa islam dan iman, semuga sampai ruh ini berpisah dengan jasadnya,
keduanya tetap bersemayam dalam hati dan raga ini. Shalawat dan salam tetap
teruntuk baginda nabi Muhammad saw. Sosok suri tauladan meraih kebahagiaan
abadi diakhirat kelak.
Kami sangat bersyukur kepada allah swt. Karna
atas hidayahnya karya tulis ilmiyah ini dapat diselesaikan
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Baik dari segi bahasa, penyusunan, dan
lain sebagainya. Karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dalam pembuatan
karya tulis ilmiyah ini. Karya tulis ilmiyah ini, penulis sajikan dalam rangka untuk
mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiyah yang diadakan oleh .
Penulis
memohon kepada para pembaca pada umumnya apabila menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam karya tulis ilmiyah ini, penulis mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun.
Selanjutnya penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1.
Pengasuh pondok
pesantren tercinta RKH. Abd. Hamid AMZ dan beserta keluarga besar Pondok
Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata.
2. Ustad Ach. Khusairi, S.Pd.I selaku pengurus Pondok Pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata yang telah sudi meluangkan waktunya membantu kami dalam pembuatan
karya ilmiyah ini.
Pamekasan, 21 Juni 2015
PENULIS
|
MOH. ABDUL MAJID AL ANSORI
|
DAFTAR ISI
Halaman sampul.............................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................ ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Budaya dalam Islam..................................................................... 4
2.2. Nilai-Nilai Budaya dalam Islam............................................................... 5
2.3. Potret Budaya dalam Islam...................................................................... 10
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan............................................................................................... 13
3.2. Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang jaya. Meski tidak semua orang mengetahuinya.
Kejayaan Islam akan tampak secara langsung di mata publik apabila islam dilihat
akan sejarahnya. Karena dengan sejarah, identitas Islam akan terbukti secara
nyata. Sejarah telah mengabadikan tentang pendidikan yang berbasis Islam,
tentang pengobatan alternatif berdasarkan keilmuan Islam, tentang perekonomian
yang berputar dalam poros Islam, dan juga tentang kebudayaan yang bernuansakan
kehangatan Islam.
Dari kebudayaan inilah Islam dikembangkan.
Kebudayaan dalam arti kata erat sekali hubungannya dengan pendidikan karena
keduanya merupakan satu rumpun dalam perwujudan visi dan misi keislaman. Visi
untuk mencetak umat Islam yang berpengetahuan lagi beradab dan misi untuk
melindungi umat Islam dari kejahiliyahan etika dan peradaban. Visi dan misi
yang demikian dicanangkan bagi setiap umat manusia yang baru lahir. Sebagaiman
firman Allah SWT :
Artinya
: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati
nurani, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nah : 78)
Ataupun
bagi mereka yang telah berpengetahuan sekalipun. Karena setiap orang tidak akan
selamanya benar. Pada suatu saat kesalahan akan menimpa pada dirinya disebabkan
pengetahuan yang dimiliki tidaklah sempurna. Sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit".” (Q.S. Al-Isra’ : 85)
Islam dapat
dikatakan pada awalnya ditunjang dengan kebudayaan. Bukti sudah jelas dengan
diturunkannya Al-Quran pada saat kaum Quraisy tengah bersuka cita dengan
kebudayaan syair menyair mereka. Al-Quran secara spontan telah mengalahkan
syair-syair terkemuka dengan ayat-ayat sucinya. Terlebih dalam budaya
bertingkah laku kaum Quraisy yang jauh dari kebenaran. Sehingga diutuslah Nabi
Muhammad untuk meluruskan budaya termasuk akidah yang mereka anut menuju budaya
dan akidah keislaman.
Lagi
pula, akankah ada budaya yang tidak menyangkut agama? Karena dalam ranah sosial
sekalipun agama telah mengaturnya. Sehingga hal demikian menjadi sangat selaras
dengan visi dan misi kebudayaan dalam Islam. Diharapkan pula dengan nilai-nilai
budaya yang dikembangkan dengan asas Islam, umat manusia menjadi generasi yang
beradab dan tahu akan peradaban.
Sebagaimana
prakata di atas, Islam akan tampak kejayaannya bila diteliti melalui sejarah,
tidak dengan realita. Pada kehidupan yang realistis ini, Islam adalah agama
yang kalah. Bagaimana tidak kalah? Medianya dihancurkan, produk-produknya
diboikot, dan yang terpenting kebudayaannya telah dimusnahkan. Bukankah
kebudayaan telah menjadi penunjang awal kebangkitan Islam? Lantas, apakah
dengan kebudayaan pula Islam akan dirobohkan dan dibinasakan? Sehingga penulis
berinisiatif untuk menyusun karya tulis ilmiyah ini dengan judul “Potret
Kebudayaan Islam yang Kian Dihilangkan”.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Apakah makna budaya dalam Islam?
1.2.2.
Apa saja nilai-nilai budaya dalam Islam?
1.2.3.
Seperti apa potret budaya dalam Islam?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiyah
ini adalah :
1.3.1. Mengetahui makna budaya dalam Islam.
1.3.2. Mengetahui nilai-nilai budaya dalam Islam.
1.3.3. Mengetahui potret budaya dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Budaya Dalam Islam
Dari rentetan sejarah yang kian berabad-abad,
kebudayaan merupakan unsur penting yang mengoptimalkan unsur-unsur lainnya.
Bila sektor perekonomian di sebuah kelompok masyarakat rendah, kebudayaan dapat
membantu kesulitan itu. Kelompok dari daerah lain yang merasa asing dengan
kebudayaan tersebut akan merasa penasaran dan bahkan tertarik dengannya. Namun
jangan salah diartikan untuk menjual kebudayaan, hanya kelompok hina dan
mementingkan materi belaka yang melakukan hal demikian.
Budaya
dalam kosakata Arab dikenal dengan kata ثقافة, Mahmud Yunus, (2010:81) yang berarti pikiran, akal budi, dan adat
istiadat. (kbbi.offline) Adapun menurut istilah adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat. Dapat diartikan pula sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluq sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan
yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Menurut
Dedi Supriyadi, M.Ag. (2008:16) :
Dalam Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of
Current English, diuraikan bahwa kata ‘kebudayaan’ semakna dengan ‘culture’
yang memiliki pengertian beragam.... yang dapat memberi pemahaman bahwa
kebudayaan adalah pembangunan yang didasarkan pada kekuatan manusia, baik
pembangunan jiwa, pikiran, dan semangat melalui latihan dan pengalaman; bukti
nyata pembangunan intelektual, seperti seni dan pengetahuan; atau perkembangan
intelektual di antara budaya orang; bahwa kebudayaan adalah semua seni,
kepercayaan institusi sosial, seperti karakteristik masyarakat, suku, dan
sebagainya.....
Sekilas pengertian kebudayaan di atas tidak
secara sistematik dan teknis. Pengertian secara komprehensif dapat dilihat dari
buku the World University Encyclopedia yang menjelaskan bahwa.... kebudayaan
adalah pandangan hidup sebuah masyarakat; ia adalah totalitas spiritual,
intelektual, dan sikap artistik yang dibentuk oleh masyarakat, termasuk
tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan sosial.
Buku The World Book Encyclopedia juga
menjelaskan secara rinci dan sistematik dibanding kamus Oxford, bahwa
‘kebudayaan’ adalah... semua aktivitas manusia yang nyata termasuk prestasi
dalam berbagai bidang, yang berlangsung dari satu generasi manusia ke generasi
berikutnya. Kebudayaan bermakna berbagai kegiatan yang menggunakan bahasa,
menikah, membesarkan anak-anak, mencari nafkah, menjalankan pemerintahan,
berjuang dalam perang, dan ikut serta dalam berbagai kegiatan keagamaan. Adapun
kebudayaan dalam arti sempit adalah.... serangkaian cara hidup dari komunitas
masyarakat. “Secara singkat dan sederhana, sebagaimana dipahami secara umum,
kebudayaan adalah ‘semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia’.” (Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, 1964:113)
Pada zaman klasik, istilah budaya tidaklah
dipergunakan. Corak kebudayaan yang meluas di lapisan masyarakat lebih dikenal
dengan sebutan adat. Dengan adat, manusia dapat berkarya. Karena setiap karya
logistik yang ditimbulkan oleh akal pikir mereka merupakan sebuah bukti nyata
dari adat dan perlu dilestarikan. Tentu pula, dalam sebuah adat ataupun budaya
pastilah ada nilai, riwayat dan maksud. Meski sebenarnya mereka diberi
kebebasan dalam berkarya, tapi mereka tidak menganggap pembuatan karya sebagai
ajang iseng-isengan belaka. Terlebih mereka akan menyisipkan nilai estetika
dalam karyanya dengan bermodalkan maksud dan tujuan tertentu dalam
pembuatannya. Maka dari itu, kebudayaan ataupun adat istiadat sangat erat
hubungannya dengan sejarah dimana budaya itu mulai dibentuk. Sehingga dalam
pelaksanaannya, tidak ada kata menyimpang dari asal. Pengembangan memang perlu,
namun tetap memperhatikan nilai dan tujuan yang dimaksudkan tadi.
2.2. Nilai-Nilai Budaya Dalam Islam
Adapun unsur dari nilai-nilai yang mendukung
atas terealisasinya visi dan misi keislaman adalah sebagai berikut :
2.2.1. Millah
Kata-kata millah berasal dari akar
kata malla yamullu mallan dengan arti “menjahit pakaian”. Adapun kata
pluralnya yaitu milal. Kata milal inilah yang banyak terdapat
dalam Al-Quran seperti halnya surah Al-Baqarah ayat 130,135, Ali Imron ayat 75,
An-Nisa’ ayat 124. Adapun dalam pengertian yang dimaksud, millah bermakna
agama, syariat, hukum, dan cara beribadat.
Dari pengertian di atas, dengan
adanya nilai kebudayaan yang berupa millah, masyarakat akan diajarkan
tentang keutamaan dalam melestarikan kebudayaan beribadah, bersyariat, dan
bernorma hukum. Karena budaya dalam konteks agama sangatlah luas dengan
penjabaran yang mendalam. Dapat diartikan pula, manusia disebut serentak untuk
menggalang kemantapan hukum dan tujuan keagamaan dalam bentuk ibadah. Sehingga,
dengan struktural kebudayaan yang demikian, manusia akan disatukan dalam satu
rumpun keagamaan. Hayat mereka diperbetulkan serta mengikat norma-norma tradisi
Islam dan tentunya melalui tuntunan Al-Quran dan Rasul yang diutus.
Millah sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Quran diperuntukkan untuk umat seperti umat Islam yang
digolongkan terhadap manusia yang suci, yang berpegang kepada agama,
mengamalkan hukum syariat, serta menjalankan tugas rohaniyah mereka dalam hidup
dan peradaban. Disinilah kelihatan timbulnya kebudayaan yang bersifat klasik
dan keagamaan dalam arti yang setepatnya.
2.2.2. Ummah
Kata ummah adalah kata yang
biasa digunakan dalam hal-hal yang berhubungan dengan muslimin sebagai entiti
yang bersifat kolektif. Kalimat ini yang plural adalah umam dan
digunakan dalam Al-Quran hampir 40 kali (Ilmi Zadeh, 2011:31-32). Adapun dalam
arti arab klasik, ummah berasal dari kata kerja ‘Amma yaummu amman
yang berarti mengarahkan perjalanan seseorang ke arah tertentu. Kata ummah
dimaksudkan sebagai golongan besar manusia yang dihubungkan dengan kepemimpinan
Nabi atau Rasul.
Umat islam dipanggil sebagai umat
yang terbaik dalam Al-Quran :
Artinya
: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Ali Imran : 110)
Pengertian di
dalamnya adalah bahwa umat Islam itu merupakan golongan yang suci, mukaddas,
bukan tanpa tujuan atau sifat sebagai pelaksana ajaran dan syariat dari tuhan.
Perjalanan hidup umat itu adalah bersyariat. Mempunyai arah kehidupan yang
ditentukan dalam wahyu yang diturunkan, bukan semata-mata berdasarkan kepada
pemikiran sendiri serta hasil percobaan sendiri. Dari presepsi inilah kita bisa
tahu, bila millah menjadi pendorong dalam mengoptimalkan kebudayaan
Islam, maka umat yang akan menjadi subjeknya. Berdasarkan dengan jati diri ummah
yang menopang pada syariat. Dalam rangka konsep ummah inilah perlunya
difahami kedudukan kebudayaan Islam serta perannya dan ciri-cirinya dalam hidup
manusia.
2.2.3. Tsaqafah
Nilai tsaqafah merupakan
esensi dalam kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam Bahasa Arab diantaranya disebut
dengan menggunakan kata tsaqafah. Kata tsaqafah datangnya dari
kata dasar tsaqifa yatsqafu tsaqafan yang dalam bahasa arab
klasik berarti menjadi tajam, cerdas atau cerdik akal seseorang. Adapan yang
dimaksud dengan tsaqafah Islamiyah adalah keseluruhan cara hidup,
berfikir, nilai-nilai dan sikap termasuk institusi-institusi serta
artifak-artifak yang membantu kehidupan yang semuanya timbul, berkembang dan
disuburkan dalam acuan syariat islam dan sunnah nabi.
Islam sangat terikat dengan tsaqafah.
Dengan pengaplikasian tsaqafah yang matang, pembentukan manusia sebagai
insan yang disiplin dan sesuai dengan konsep ummah dapat membuahkan
hasil yang sempurna. Baik dilihat dari segi akal dan budi pekerti sebagai
makhluq yang rohaniyah dan aqliyah. Perihal yang sulit hanyalah
disaat suatu kebudayaan atau tradisi dapat diarahkan menuju kriteria tsaqafah
islamiyah. Karena dalam potret yang lebih meluas, banyak sekali budaya namun
kehilangan unsur tsaqafahnya. Sehingga pola pikir yang digunakan tidak sejalan
dengan tuntunan syariah.
2.2.4. Hadarah
Menurut
Effat Ash – Sarqawi, (1986:5) :
Peradaban Islam
adalah terjemahan dari kata “Al-Hadharah Al-Islamiyyah” kata arab ini sering
pula diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan “kebudayaan Islam”.
Kebudayaan dalam bahasa arab adalah ats-tsaqafah seperti yang dijelaskan
di atas. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang
yang menyinonimkan dua kata ‘kebudayaan (Arab, ats-tsaqafah; Inggris, culture)
dan ‘peradaban’ (Arab, al-hadharah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan
ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan
manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan
peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra,
religi (agama), dan moral, peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan
teknologi.
Berdasarkan
hal itu, apabila kita membicarakan mengenai kebudayaan Islam, dibicarakanlah
pula berkenaan dengan kehidupan sosial dan nilai-nilai yang berkaitan dengan ajaran
Islam yang timbul dan diamalkan di kalangan mereka agar terbentuk kehidupan
bernegara serta kehidupan kolektif yang tersusun. Karena peradaban tidak
mungkin statis, namun mengalami perkembangan yang signifikan. Persaingan ketat
pastilah terjadi dalam pembangunan peradaban. Peradaban Islam tidak seharusnya
menjadi ekor bukan?
2.2.5. Tamaddun
Mungkin perlu dihemat juga, apabila
membicarakan kebudayaan dalam Islam, diteliti pula akan unsur yang satu ini
yaitu Tamaddun. Kebudayaan Islam dipanggil sebagai At-Tamaddun
Al-Islami. Kata tamaddun diambil dari kata dasar diambil dari kata
dasar tamaddana yatamaddanu tamaddunan yang bermakna datang ke sebuah
bandar atau membina bandar-bandar atau kota-kota, menjadi kaum atau seseorang
yang mempunyai peradaban. Sehingga dalam arti yang sesungguhnya, tamaddun
berarti menjadi kaum yang mempunyai peradaban dengan kehidupan sosial yang
kedepan.
Dalam pembahasan ini pula, tamaddun
tidak jauh berbeda dari hadarah. Hadarah dalam kebudayaan Islam
lebih menitikberatkan mengenai cara berpola pikir menuju ummah yang
beradab. Sedangkan tamaddun lebih membahas mengenai keadventarisan atau
penunjang yang tidak bersumber dari subjek atau bisa dikatakan sebagai faktor
eksternal. Seperti diberlakukannya hukum dalam suatu kenegaraan tertentu.
2.2.6. Adab
Kata adab merupakan culture
atau kebudayaan yang sebenarnya dikehendaki. Adab yang dimaksudkan ini adalah
adab dalam pengertian yang paling luas
yang merangkumi kemampuan meletakkan sesuatu pada tempat yang
sewajarnya.
Sifat adab ini bila
disebarkan ke dalam masyarakat dan kehidupan budaya, akan menimbulkan kesan
yang menyeluruh di dalam kehidupan kolektif. Kesadaran tentang maksud adab
yang menyeluruh itu terbayang dan nyata walaupun dalam tajuk kitab, seperti adab
ad-dunya wad din karya Abul Hasan Al Mawardi.
Inilah istilah-istilah yang
digunakan untuk menyebutkan identiti kolektif umat Islam. Terutama yang
kandungan semantiknya bisa membantu kita dalam memahami beberapa ciri, baik
dari segi ideational, institutional, dan juga axiological dalam kehidupan islam
itu sendiri.
2.3. Potret
Budaya Dalam Islam
Kebudayaan dalam garis besar berporos pada istilah ‘karya’ dan
‘cipta’. Hanya saja terkadang kita sulit untuk membedakan dua kata ini. Coba
kita pikirkan tentang kalimat berikut “menciptakan sebuah karya”. Kalimat tadi
tentu kita katakan riil dan selaras kita dengar. Bagaimana seandainya
“mengkaryakan sebuah ciptaan”. Logiskah?
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964:113) :
Karya merupakan bentuk dari masyarakat yang
menghasilakn teknologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa
manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Agama, ideologi,
kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspil jiwa manusia yang hidup
sebagai anggota masyarakat, termasuk di dalamnya.
Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat,
antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta bisa berbentuk
teori murni dan bisa juga telah disusun sehingga dapat langsung diamalkan oleh
masyarakat. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa orang-orang yang
menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau
seluruh masyarakat.
Dari
pengertian tadi, pantas saja kita mengucapkan
“menciptakan karya” daripada “mengkaryakan cipta”. Karena cipta adalah
kemampuan mental atau pola berfikir untuk mewujudkan, sedangkan karya adalah
objeknya. Lalu bagaimana tinjauan budaya selanjutnya?
Menurut Koentjaraningrat, (1985:5) :
Kebudayaan
paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda,
yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
إنما بعثت لأتمم صالح الأخلاق رواه
بخاري
Begitulah misi
yang diemban Rasulullah. Kaum Quraisy yang merupakan cikal bakal sejarah
kenabian Muhammad sebenarnya merupakan kaum yang kaya akan budaya. Mereka
sangat terkenal dengan penyair-penyair yang handal. Sering pula digelar
kompetisi bergengsi antar penyair yang dikenal dengan pasar ‘Uqod.
Selain dari itu, kaum Quraisy merupakan etnik arab yang sangat fasih dalam
berbahasa dan beretorika. Hanya saja kebudayaan yang mereka tekuni itu berujung
pada sisi negatif.
Tradisi nenek moyang yang mereka
anut begitu kental. Patung sembahan mereka arsitekturkan sendiri dengan modal
tanah liat, buah-buahan dan sejenisnya. Peperangan antar suku, mengubur anak
perempuan hidup-hidup dan tindak kriminal lainnya. Dari hal itu, kaum Quraisy menjadi
sangat minim sekali akan peradaban. Sehingga mereka disebut dengan jaum
Jahiliyah (bodoh). Ini merupakan potret kebudayaan masa lalu yang tidak
menopang pada peradaban sehingga rusak oleh kebudayaan itu sendiri.
Lalu, Rasulullah datang dengan
membawa peradaban yang sesungguhnya. Beliau memberikan pelajaran yang haq dan
menyelaraskan antara budaya dan peradaban. Bukti otentiknya terjawab dengan
diturunkannya Al-Quran sebagai wahyu dan i’jaz (melemahkan) terhadap
kebudayaan orang Quraisy pada saat itu yang kental akan dunia bersyair.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islam tumbuh disertai dengan perkembangan
budaya yang terkontaminasi oleh peradaban. Seperti itulah potret singkat akan budaya
di masa lalu, dimana peradaban dan kebudayaan Islam berkembang pesat hingga
akhirnya resmi dijatuhkan pada tahun 1924.
Tinjauan yang sedang dikembangkan kini adalah realita yang
menunjukkan bahwa Islam akan dihancurkan oleh budaya. Budaya yang sudah tidak
original untuk dikatakan sebagai budaya Islam. Ketampakan potret budaya itu sendiri pada
aslinya telah dihilangkan oleh masyarakat pada umumnya. Anggapan yang
mengatakan bahwa budaya adalah seni tidaklah salah, hanya saja perlu
dikembangkan. Seni yang diartikan sebagai budaya hanyalah tampak dengan
tari-tarian, lagu-lagu, pertunjukan, hasta karya dan sejenisnya. Padahal, seni
yang merupakan poin terpenting dalam budaya adalah seni bertingkah laku.
Kitapun tahu bahwa dalam Islam hal yang demikian sangatlah dipelajari. Namun
pada koenteks yang sebenarnya umat Islam malah meninggalkan kebudayaannya
sendiri. Akankan Islam membenarkan tingkah laku ummat yang tidak menghormati
orang tua, guru, sejarah dan tentunya Nabi? Tingkah laku umat Islam saat ini
perlu dibenahi atau bahkan direkonstruksi ulang. Bukan berarti Islam melarang
umat untuk menjauhi media, melainkan memperlakukan media dengan budaya bersikap
yang Islam ajarkan. Sebuah kebudayaan sebenarnya tidak harus ditinggalkan hanya
karena alasan yang disebut “kuno” atau “kolot”. Tapi bagaimana kebudayaan Islam
bisa dikembangkan ke arah yang lebih maju. Perubahan itu ada karena
didasari tekad. Akankah cukup
argumentasi tanpa aksi? Wallahu’alam.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kebudayaan adalah potensi suatu masyarakat untuk menciptakan suatu
karya. Kebudayaan tidak akan terlepas dari beberapa unsur penting yang terdiri
dari peradaban dan agama. Kebudayaan dan peradaban memiliki ikatan yang akan menurunkan
martabat bangsa bila keduanya tidak saling melengkapi. Budaya merupakan karya
dan peradabanlah yang menjadi wadah dalam mengembangkan karya tersebut.
Kebudayaan juga erat hubungan dengan
agama. Karena budaya hidup dalam agama dan agama yang mengatur fungsi dan peran
budaya. Tidak ada budaya yang tidak diatur oleh agama. Dengan agama, penjabaran
budaya menjadi meluas. Tidak hanya budaya yang bersifat kesenian belaka. Namun
kebanyakan orang telah melupakan dan menghilangkan jati diri budaya yang sebenarnya.
Dari itu pula, Islam besar dengan
kebudayaan serta peradaban yang dikembangkan oleh umatnya. Lalu apakah islam
akan dihancur pula oleh budaya yang telah disuapkan pada umat Islam sendiri?
3.2. Saran
Budaya adalah imej bangsa, Budaya adalah tonggak keistimewaan suatu
bangsa, dan budaya merupakan pembentuk sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa
yang peka akan sejarahnya. Tidak hanya tahu, namun bisa mengaplikasikan dan
bisa melesatarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Ash-Sharqawi, Effat. 1986. Filsafat
Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
Ø Fakhrudin, Arif & Irhamah, Siti.
2011. Al-Hidayah (Al-Quran Tafsir Per
Kata Tajwid Kode Angka). Banten: Kalim.
Ø Kbbi.offline.
Ø Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan
Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Ø Soemardjan, Selo & Soemardi, Soelaiman.
1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Ø Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban
Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ø Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia.
Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah.
Ø Zadeh, Ilmi Faidullah Al-Hasaniy. Tanpa Tahun.
Fathur Rahman. Beirut: Darul Minhaj.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar