Senin, 21 November 2016

Resensi Sugesti Moral ala Valentine Days

Sugesti Moral ala Valentine Days

Judul Buku                  : Valentine dan Moral Abal-Abal
Penulis                         : Tim Redaksi Sidogiri Media
Penerbit                       : Pondok Pesantren Sidogiri
Cetakan                       : 1437 H
Jumlah Halaman          : 120
ISSN                           : 771-978-163-646-9
Resentator                   : Moh. Abdul Majid Al Ansori





                Media kenamaan satu ini tentunya sudah membahana sekali di sekitar kita penikmat sajian religi. Topik kajian hari valentine yang dipadukan pada realita moral remaja masa kini dalam edisi ke 112-nya ini sungguh mengapresiasi. Ada titik temu yang tentunya menjadi tolak ukur dan sekaligus rujukan ke depan. Lebih lagi bagi kalangan remaja yang dimasukkan dalam tema besar kali ini dengan sebutan istilah moral abal-abal.

            Sumber aspirasi kata abal-abal di sini mendominasi terhadap jungkir balik fakta yang terjadi. Antara tongkat agama dan trendy berpacaran. Antara rewelnya ayam dan manutnya bebek. Semuanya terus diupayakan dalam perbaikannya, sebab remaja dinantikan masa depannya.

            Entah sejak kapan perhatian muda-mudi Islam terarah untuk menikmati asmara. Realita yang ada mereka mengonsumsi trend mode lautan asmara dari wacana media imporan barat. Ekspansi moral benar-benar ampuh menggerogoti pola berpikir rasional remaja. Mulai dari budaya berpacaran, pergaulan bebas, serta valentine days yang menjadi tajuk pembahasan kali ini. Bahkan, fenomena kebarat-baratan ini tidak hanya sebatas kelatahan dalam berbudaya, namun jauh lebih profit dari itu.

            Sudut pandang demikian tidak dapat mengartikan bahwa Islam buta cinta atau mendeskriminasi perasaaan. Cinta dalam Islam bukan merujuk pada arti kosakata asmara. Sebab, begitu disiplinnya seseorang menjaga asmaranya, sulit akan terhindar dari pelanggaran syariat. Sekalipun terhindar, dengan menjalani asmara saja, seseorang akan terlalu berpaku pada perasaannya dan berpotensi meninggalkan kepentingan hidupnya. Maka akan ada saatnya dimana kaum lelaki menjadi lemah dan wanita menjadi murah.

            Lantas siapa yang akan menjadi tumpuan agama jika akidah remaja telah terhapus oleh pemahaman sebelah mata pada asmara. Idealisme yang diharapkan seperti halnya Ali bin Abi Thalib, keperkasaan yang dibanggakan demikian halnya Usamah bin Zaid, dan kehormatan yang dijunjung tinggi selayaknya Sayyidah Aisyah. Pencapaian berintensitas tinggi di usia belia mereka tidak mampu ditorehkan dalam bukti nyata.

            Maka langkah paling tepat untuk mengcounter degradasi moral ini dengan memperkuat ketahanan keluarga. Diharapkan para orang tua tidak membiarkan putra-putrinya meneguk secangkir asmara. Perlu pula orang dewasa paham akan substansi dari mengajarkan generasi keturunannya tentang bahayanya keikutsertaan dalam tren modernisasi. Cukuplah rasa cinta itu diluapkan dalam keharmonisan keluarga. Cukup mereka memulai rasa cinta pada agamanya. Sudah saatnya ada indoktrinasi sebagai bentuk memberikan pemahaman tentang nilai keagamaan dalam Islam. Menjadikan Islam mendarah daging dalam idealisme remaja muslim-muslimah.

            Sayangnya ada konten berbeda pada sebagian remaja yang harus lebih disoroti dan tidak mudah mengatasi polemik masalah satu ini. Ujung tombak adalah mereka sebagai pemerhati nomor satu perkembangan tren masa kini. Apalagi sekadar membicarakan isu berbau agama, paradoks kata Islam yang tertera di KTP-nya sekalipun berkat warisan  ayah ibunya. Merekalah yang menjadi sumber sekaligus menjalani kehidupan latah berbudaya remaja.


            Di sinilah kreativitas berdakwah patut dijalankan. Mencoba memuat unsur dakwah tanpa harus tercium aromanya. Cukup berinovasi dengan gaya, pola pikir dan bahasa yang mudah diterima. Gambarkan pula perjuangan Said Nursi dalam meninggalkan kepekaan asmara menuju kesejahteraan rakyat dan bangsanya.😃😄😆

1 komentar: