Senin, 21 November 2016

Resensi Sugesti Moral ala Valentine Days

Sugesti Moral ala Valentine Days

Judul Buku                  : Valentine dan Moral Abal-Abal
Penulis                         : Tim Redaksi Sidogiri Media
Penerbit                       : Pondok Pesantren Sidogiri
Cetakan                       : 1437 H
Jumlah Halaman          : 120
ISSN                           : 771-978-163-646-9
Resentator                   : Moh. Abdul Majid Al Ansori





                Media kenamaan satu ini tentunya sudah membahana sekali di sekitar kita penikmat sajian religi. Topik kajian hari valentine yang dipadukan pada realita moral remaja masa kini dalam edisi ke 112-nya ini sungguh mengapresiasi. Ada titik temu yang tentunya menjadi tolak ukur dan sekaligus rujukan ke depan. Lebih lagi bagi kalangan remaja yang dimasukkan dalam tema besar kali ini dengan sebutan istilah moral abal-abal.

            Sumber aspirasi kata abal-abal di sini mendominasi terhadap jungkir balik fakta yang terjadi. Antara tongkat agama dan trendy berpacaran. Antara rewelnya ayam dan manutnya bebek. Semuanya terus diupayakan dalam perbaikannya, sebab remaja dinantikan masa depannya.

            Entah sejak kapan perhatian muda-mudi Islam terarah untuk menikmati asmara. Realita yang ada mereka mengonsumsi trend mode lautan asmara dari wacana media imporan barat. Ekspansi moral benar-benar ampuh menggerogoti pola berpikir rasional remaja. Mulai dari budaya berpacaran, pergaulan bebas, serta valentine days yang menjadi tajuk pembahasan kali ini. Bahkan, fenomena kebarat-baratan ini tidak hanya sebatas kelatahan dalam berbudaya, namun jauh lebih profit dari itu.

            Sudut pandang demikian tidak dapat mengartikan bahwa Islam buta cinta atau mendeskriminasi perasaaan. Cinta dalam Islam bukan merujuk pada arti kosakata asmara. Sebab, begitu disiplinnya seseorang menjaga asmaranya, sulit akan terhindar dari pelanggaran syariat. Sekalipun terhindar, dengan menjalani asmara saja, seseorang akan terlalu berpaku pada perasaannya dan berpotensi meninggalkan kepentingan hidupnya. Maka akan ada saatnya dimana kaum lelaki menjadi lemah dan wanita menjadi murah.

            Lantas siapa yang akan menjadi tumpuan agama jika akidah remaja telah terhapus oleh pemahaman sebelah mata pada asmara. Idealisme yang diharapkan seperti halnya Ali bin Abi Thalib, keperkasaan yang dibanggakan demikian halnya Usamah bin Zaid, dan kehormatan yang dijunjung tinggi selayaknya Sayyidah Aisyah. Pencapaian berintensitas tinggi di usia belia mereka tidak mampu ditorehkan dalam bukti nyata.

            Maka langkah paling tepat untuk mengcounter degradasi moral ini dengan memperkuat ketahanan keluarga. Diharapkan para orang tua tidak membiarkan putra-putrinya meneguk secangkir asmara. Perlu pula orang dewasa paham akan substansi dari mengajarkan generasi keturunannya tentang bahayanya keikutsertaan dalam tren modernisasi. Cukuplah rasa cinta itu diluapkan dalam keharmonisan keluarga. Cukup mereka memulai rasa cinta pada agamanya. Sudah saatnya ada indoktrinasi sebagai bentuk memberikan pemahaman tentang nilai keagamaan dalam Islam. Menjadikan Islam mendarah daging dalam idealisme remaja muslim-muslimah.

            Sayangnya ada konten berbeda pada sebagian remaja yang harus lebih disoroti dan tidak mudah mengatasi polemik masalah satu ini. Ujung tombak adalah mereka sebagai pemerhati nomor satu perkembangan tren masa kini. Apalagi sekadar membicarakan isu berbau agama, paradoks kata Islam yang tertera di KTP-nya sekalipun berkat warisan  ayah ibunya. Merekalah yang menjadi sumber sekaligus menjalani kehidupan latah berbudaya remaja.


            Di sinilah kreativitas berdakwah patut dijalankan. Mencoba memuat unsur dakwah tanpa harus tercium aromanya. Cukup berinovasi dengan gaya, pola pikir dan bahasa yang mudah diterima. Gambarkan pula perjuangan Said Nursi dalam meninggalkan kepekaan asmara menuju kesejahteraan rakyat dan bangsanya.😃😄😆

Rabu, 16 November 2016

KARYA TULIS ILMIAH NASIONALISME DAN NAPZA

MEMBANGUN RASA NASIONALISME PEMUDA,
TUMPAHKAN RACUN-RACUN NAPZA





KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk mengikuti lomba karya tulis ilmiah (LKTI)
yang diadakan oleh MPII-JATIM 2016






















Disusun oleh :
(MOH. ABDUL MAJID AL ANSORI)






PONDOK PESANTREN MAMBAUL ULUM BATA-BATA
PANAAN PALENGAAN PAMEKASAN
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuhu
   Alhamdulillah. Segala puji terhaturkan kepada Allah swt. atas nikmat taufik dan hidayahnya yang berupa islam dan iman, semoga sampai ruh ini berpisah dengan jasadnya, keduanya tetap bersemayam dalam hati dan raga ini. Shalawat dan salam tetap teruntuk baginda nabi Muhammad saw. sosok suri tauladan meraih kebahagiaan abadi di akhirat kelak.   
  Kami sangat bersyukur kepada Allah swtkarena atas hidayahNya karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Baikdari segi bahasa, penyusunan, dan lain sebagainya. Karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ilmiah ini, penulis sajikan dalam rangkauntuk mengikuti LKTI yang diadakan oleh MPII-JATIM.
Penulis memohon kepada para pembaca pada umumnya apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mengharap kritikdan saran yang bersifat membangun.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.      Orang tua penulis tercinta yang sudah mendedikasikan hidupnya kepada penulis serta melindungi mulai dari buaian sampai saat ini.
2.      Guru-guru penulis yang sudah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
3.      Kawan-Kawan penulis yang telah sudi memberikan motivasi atas terealisasinya karya tulis ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Pamekasan, 22 September 2016



PENULIS
MOH. ABDUL MAJID AL ANSORI


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki; (1)Bagaimanaperan rasa nasionalisme terhadap diri pemuda dalam membendung dampak negatif napza? (2) Seperti apa permasalahan yang menghalangi terhadap terbentuknya rasa nasionalime tersebut bagi kalangan pemuda? (3) apa saja tindakan yang tepat untuk menumbuhkan rasa nasionalisme tersebut?
Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai ialah: analisa sumber bacaan. Sedangkan metode analisis datanya menggunakan metode descriptif analitis dengan pendekatan fenomenologis.
Hasil analisis data menggambarkan bahwa; (1) Rasa nasionalisme sangat berperan aktif dalam membentengi kejiwaan pemuda dari serangan-serangan nasionalisme. Berdasarkan konsep kepemilikan yang memberi titik dasar bahwa semua warga negara berkewajiban untuk menjalankan keberlangsungan negara yang dalam hal ini dipelopori oleh para pemuda. (2) permasalahan yang menghalangi terbentuknya rasa nasionalisme adalah kejiwaan para pemuda yang masih labil. Masa remaja yang mereka sedang lalui menjadikan mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan nilai konsumtif di luar kebiasaan. (3) Tindakan yang tepat untuk menumbuhkan semangat nasionalisme adalah dengan menyalurkan nilai kesadaran terhadap pemuda bahwa masa depan Indonesia ada di tangan mereka.

Kata Kunci: Nasionalisme, Pemuda, Napza.










DAFTAR ISI
Halaman sampul.............................................................................................   i
Kata Pengantar...............................................................................................   ii
Abstrak...........................................................................................................   iii
Daftar Isi........................................................................................................   iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................   1
B. Rumusan Masalah................................................................................   2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................   2

BAB II
PEMBAHASAN
A.Konsep Kepemudaan`.........................................................................   4
B.  Latar Belakang Semangat Nasionalisme...........................................   7
C. Peran Semangat Nasionalisme bagi Pemuda......................................   11
D.Pengertian Napza................................................................................   12
 E. Dampak Napza bagi Pemuda .............................................................   14
 F. Peran Semangat Nasionalisme dalam Membentengi Pemuda dari Dampak    Negatif Napza            .................................................................................................................. 16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................   18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................   19


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pemuda adalah pilar-pilar suatu bangsa. Mereka adalah tonggak besar yang menjadi mitra harapan masa depan. Tidak mudah memang, tapi inilah tuntutan sebenarnya. Berkata tidak siap, karena memang belum mencoba. Berkata enteng saja, karena memang belum berhadapan dengan masanya. Sudah menjadi kewajiban pemerintahan suatu bangsa guna mempersiapkan generasi-generasi setelahnya, dan para pemudalah yang tentunya menjadi objek observasi dalam rencana jangka panjang tersebut. Sehingga tidak mengherankan, apabila banyak sekali saat ini program-program pemerintah yang dijalankan sebagai bentuk apresiasi peningkatan kualitas dan talenta para pemuda. Hal ini pun masih dikategorikan sebagai kredibilitas pemuda yang dipercaya mampu membangun perubahan lebih baik di masa mendatang.
            Pemerintahan yang dianggap baik, tidak hanya dikenal dengan kejayaan yang dicapai pada masanya. Namun, periode masa setelahnya lebih menjadi sorotan dan nilai subjektif untuk mengukur seberapa hebat ia dalam mencetak kader-kadernya. Dari pada itu, banyak catatan-catatan sejarah yang mengenalkan kita pada sosok pemimpin-pemimpin tangguh, meski malah tumbang sekaligus setelah putra mahkota menggantikan kuasanya. Prestasi gelimang yang sudah dicapai hangus seketika hanya karenanya. Maka, sangat dibutuhkan pematangan para pemuda baik dari aspek kepribadian dan keilmuannya.
            Namun pada kenyataan sebenarnya, pemudalah yang sering kali rentan mendapatkan ancaman atau pun kecaman dari pihak-pihak yang tidak bermoral dan bertanggung jawab. Dalam kondisi labil, pemuda sarat dengan rasa ingin tahu yang terkadang malah menjerumuskan mereka. Berawal dari rasa coba-coba, dan berakhir sebagai pecandu tanpa ada akhirnya. Disinilah napza (narkoba) berusaha menggerogoti masa depan para generasi bangsa. Melupakan tujuan hidup sejatinya dan terlena dalam pencarian kepuasan hasrat semata.
            Jika napza telah memasuki daftar ‘makanan pokok’ di kalangan pemuda, فانتظر الساعة (maka tunggulah tanggal mainnya). Kehancuran bangsa, binasanya peradaban, dan keruntuhan benteng-benteng akidah umat sudah benar-benar berada di gerbang penantiannya. Sebab sudah tak ada lagi generasi yang akan melanjutkan perjuangan tokoh-tokoh yang telah mendahuluinya.
            Hal yang demikian tentunya menjadi bencana besar untuk keberlangsungan Islam pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Sehingga dianggap perlu adanya konsep kesadaran dari para pemuda bahwa bangsa sungguh membutuhkan mereka. Bentuk kesadaran ini muncul berdasarkan semangat nasionalisme yang digalakkan sejak dini. Sejak itu pula mereka diajarkan untuk mencintai tanah airnya dan berjuang sekeras apa pun hanya untuknya. Maka tidak akan ada lagi kata gegabah dalam diri pemuda untuk menyikapi tren mode yang berlaku dan mulai memasuki pasaran.
            Berdasarkan ide pemikiran di atas, penting kiranya semangat nasionalisme kepemudaan terus disemarakkan, guna membentengi diri pemuda dari serangan wabah napza yang bebas berkeliaran di mana-mana. Maka, seperti apakah sepak terjang rasa nasionalisme mengukuhkan diri pemuda untuk tidak terjerembab dalam lubang kenestapaan napza? Dari itulah kami berinisiatif untuk membuat karya tulis ilmiah ini dengan judul “Membangun Rasa Nasionalisme Pemuda, Tumpahkan Racun-Racun Napza”.

B.     Rumusan Masalah
1.1.  Apa sebenarnya konsep seorang pemuda ?
1.2.  Seperti apa latar belakang dari semangat nasionalisme ?
1.3.  Bagaimana peran semangat nasionalisme bagi seorang pemuda ?
1.4.  Apakah yang dimaksudkan dengan napza?
1.5.  Seperti apa dampak napza bagi pemuda ?
1.6.  Bagaimana peran semangat nasionalisme dalam membentengi pemuda dari dampak negatif napza ?

C.    Tujuan Penulisan
1.1. Mengetahui konsep seorang pemuda.
1.2. Mengetahui latar belakang semangat nasionalisme.
1.3. Mengetahui peran semangat nasionalisme bagi pemuda.
1.4. Mengetahui pengertian napza.
1.5. Mengetahui dampak napza bagi pemuda.
1.6. Mengetahui peran semangat nasionalisme dalam membentengi pemuda dari dampak negatif napza.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Kepemudaan
Membicarakan konsep, kejiwaan seorang pemuda memerlukan pematangan. Tidak baik apabila hanya berkembang secara autodidak dan personal. Begitu pula dipandang tidak bermanfaat jika terlalu mendapatkan diskriminasi sosial. Kejadian tersebut malah menciptakan pola pemikiran yang liar atau tatanan hati seorang pemberontak. Mereka membutuhkan ruangan untuk bebas, seperti halnya mereka juga butuh pengawasan secara bijak. Di sinilah kekurangan itu berasal, sedikit celah saja dalam konsep kejiwaan pemuda, kemungkinan-kemungkinan terburuk bisa terjadi kapan saja. Kilas sejarah kepemudaan Indonesia masa dahulu penting dijadikan rujukan. Tidak banyak orang menyangka bahwa kemerdekaan Indonesia lebih banyak diprakarsai oleh para pemuda. Kita kenali term sejarah tersebut dengan istilah tragedi Rengasdengklok. Potret kejadian Rengasdengklok adalah salah satu fakta yang menunjukkan tentang konsep kepemudaan yang telah sesuai dengan takarannya.
Dalam setiap episode sejarah, pemuda selalu memperlihatkan peran dan fungsinya sebagai agen perubahan. Mereka adalah orang-orang dengan karakter-karakter yang unggul. Diantara mereka ada figur Umar Bin Abdul Aziz dari Syiria sebagai teladan dalam bidang politik dan pemerintahan yang sangat arif, Larry Page dan Akio Morita dalam bidang ekonomi. Figur Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi yang memiliki teladan dalam bidang agama, dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang memiliki karakter-karakter unggul yang dapat diteladani oleh para pemuda.[1]
Disebutkan oleh ulama’ :
شبّان اليوم رجال الغد
Artinya : “Pemuda hari ini adalah generasi di masa mendatang”.
Begitu pula disebutkan oleh syair :
إنّ في أيديكم أمر الأمّة  #  و في إقدامكم حياة الأمّة
Artinya : “Sesungguhnya pada tangan-tangan kalian tersimpan urusan umat, dan pada kaki-kaki kalian bergantung kehidupan umat”.
Dari kedua ibarat di atas, tidak perlu diragukan lagi bahwa sosok pemuda memang memiliki peranan penting dalam suatu bangsa.
Adapun Akhmad Zaini, M.Pdberpendapat bahwa pemuda itu jika mengutip dari pendapat ahli fiqih adalah orang yang masih berumur di bawah 40 tahun, namun sudah baligh. Jika di atas usia tersebut maka masa keremajaan tersebut sudah berakhir.[2]Jika kita melihat dari masa-masa kenabian, orang-orang yang hebat itu rata-rata berumur di bawah 40 tahun, misalnya seperti Sayyidina Hamzah. Karena seseorang di masa remaja memiliki ciri-ciri kesemangatan yang tinggi terhadap idealismenya jika dibandingkan ketika ia mulai lansia (lanjut usia).
Semangat dan idealisme yang tinggi akan memiliki potensi yang besar jika dibawa kea arah yang positif, sesuai dengan ketentuan syariah dan UUD, karena pemuda lebih berpengaruh daripada orang yang sudah lansia.  Mengutip perkataan Soekarno, “berikan saya sepuluh orang tua akan saya hancurkan gunung, tapi jika saya diberi sepuluh pemuda akan saya guncangkan dunia.” Artinya, pemuda adalah harapan bangsa untuk melakukan perubahan dan seharusnya di tangan pemudalah masa depan yang lebih baik. Jika pemuda hari ini baik, maka masa depan akan baik, begitu pula sebaliknya.
            Adapun menurut Undang-Undang No 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan, definisi pemuda adalah “warga Negara Indonesia yang memiliki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”. Jadi, warga Negara Indonesia yang dikategorikan sebagai pemuda adalah warga negara yang berusia antara 16-30 tahun.
            Semua pengertian di atas hanya didasari pada aspek identitas umurnya saja. Sirot Fajar mendefinisikan seorang pemuda dalam cara pandang yang berbeda. Menurutnya, istilah seorang pemuda tidak boleh disamaratakan dengan remaja. Pemuda adalah sekelompok insan madani yang adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan menjadi terlibat secara sosial. Sedangkan remaja lebih dititikberatkan pada konsepsi diri semata sehingga objek pembahasan tidak melebar dari koridor identitas.[3]

            Maka pemuda bukanlah orang yang sibuk dengan dirinya sendiri. Sebab apa yang demikian itu adalah tingkah laku seorang remaja. Pemuda adalah mereka yang mulai berpartisipasi untuk kemudian berkontribusi. Ia adalah orang yang berusaha membangun kemandirian dan keunggulan dirinya. Dengan perannya terhadap kehidupan sosial, mereka dipastikan mampu membawa perubahan yang baik kepada umat.[4]
            Pandangan di atas adalah pandangan subjektif bagi seorang pakar psikologi. Mengistilahkan psikologi secara apik adalah dengan tidak menjadikannya sebagai objek murni saja, melainkan memposisikan mereka sebagai subjek aktif sebagai ciri-ciri yang unik. Subjek yang aktif itu diartikan sebagai perilaku dinamis dengan segala macam aktivitas dan pengalamannya. Sehingga deskripsi pemuda adalah pelaku bukan yang dituju.[5]
            Secara psikologis pun ternyata memang pemuda harus peduli terhadap umat. Pemuda tidak boleh egois, hanya memikirkan diri sendiri. Kedewasaan pemuda bukan sekadar tercapainya usia yang semakin tua saja. Seorang pemuda itu bisa disebut dewasa jika dalam dirinya sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu sebagai tanda kedewasaan. Di antara ciri-ciri psikologis tersebut, menurut G.W. Allport adalah:extension of theself (pemekaran diri sendiri).
Pemekaran diri sendiri (extension of theself), yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki. Salah satu tanda yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya.[6]

B.     Latar Belakang Semangat Nasionalisme
1.      Pengertian Nasionalisme
Sebuah negara kesatuan yang berdaulat sejatinya membutuhkan peran semangat nasionalisme yang dikerahkan oleh bangsanya. Meski ada sebagian negara yang tidak secara resmi menganut paham tersebut (jika nasionalisme dijadikan sebagai ideologi negara), pada dasarnya mereka telah menyuarakan bangsanya untuk bernasionalisme. Pemikiran ini berdasarkan fakta yang mencuat di berbagai belahan dunia tentang konflik kenegaraan yang terjadi. Adanya konflik timbul karena adanya perbedaan, dan setiap bangsa yang menempati suatu negara berdaulat pastilah bersinggungan dengan perbedaan tentangan, baik dari aspek agama, etnis, ras, yang intinya merupakan kepentingan golongan. Sehingga, dalam menyemaratakan perbedaan tersebut, semangat nasionalisme penting diwujudkan guna sama-sama mempunyai rasa memiliki dan kepedulian terhadap negara yang ditempati.
Nasionalisme sebenarnya memiliki arti yang beragam, meskipun hakikat dari kesemuanya adalah sama. Boyd C. Shafer mengartikan nasionalisme sebagai sikap cinta tanah air dari masyarakat suatu bangsa karena mempunyai kesamaaan budaya, wilayah, cita-cita serta tujuan. Dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Lain halnya pengertian dari Masdar Hilmy, yang mengatakan bahwa nasionalisme adalah “sebuah paham yang menggambarkan kecintaan ataupun konsep tentang kecintaan kita terhadap negara dan bangsa. Hal itu pula merupakan sebuah identitas yang menjadi tolak ukur dari kebangsaan seseorang dengan mencintai tanah airnya, yakni Indonesia”.[7]Dari pengertian di atas, nasionalisme dapat diartikan sebagai bentuk kecintaan suatu bangsa terhadap tanah airnya. Bermodalkan pengabdian yang tinggi melalui mental penjiwaan ataupun tingkah laku karena adanya persamaan yang kuat.
Namun, nyatanya pengertian yang demikian malah mendapat bantahan keras dari Keith Foulcher yang mengatakan bahwa, “banyak orang salah dalam mengartikan nasionalisme. Kebanyakan berfikir bahwa nasionalisme adalah ‘cinta Indonesia’ atau ‘semangat kebangsaan’. Banyak pula yang salah menggunakan kata nasionalisme dalam obrolan. Contoh, ‘tunjukkan nasionalisme kamu dengan membeli produk Indonesia’ atau ‘katanya nasionalisme, kenapa berbahasa Inggris?’ atau ‘bagaimana cara menunjukkan nasionalisme kita?’ itu semua adalah contoh penggunaan kata nasionalisme yang salah. Dalam bahasa sederhana, nasionalisme adalah paham yang percaya bahwa perbedaan dalam sebuah negara harus dipersatukan. Kalau yang dimaksud kebanyakan orang adalah cinta Indonesia, alangkah lebih baik dalam obrolannya adalah seperti ini, ‘tunjukkan kecintaan kita terhadap Indonesia dengan membeli produk Indonesia’, ‘katanya cinta Indonesia, kenapa berbahasa Inggris?’ dan lain sebagainya. Lagi pula, apabila kecintaan kita terhadap Indonesia mengharuskan kita berbahasa Indonesia dan membeli produk dalam negeri, hal itu merupakan diskriminasi yang berlebihan. Selama ini pula, rakyat Indonesia memang sering salah kaprah dalam menggunakan istilah-istilah seperti itu”.[8]
Asumsi barusan sebenarnya hanyalah berupa perbedaan pendapat secara sepintas. Namun semua pengertian tersebut nyatanya bisa disatukan secara padu. Adapun yang perlu dititikberatkan adalah pengamalan segenap bangsa Indonesia itu sendiri demi mewujudkan rasa nasionalisme secara nyata.
2.      Sejarah Munculnya Nasionalisme
            Nasionalisme awalnya berkembang di Eropa. Pada akhir abad 18 di Eropa mulai berlaku suatu paham bahwa setiap bangsa harus membentuk suatu negara sendiri dan bahwa negara itu harus meliputi seluruh bangsa masing-masing. Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor obyektif tertentu yang membuat mereka berbeda satu sama lain, misalnya perbedaan keturunan, bahasa, daerah, budaya, kesatuan politik, dan adat istiadat. Gerakan nasionalisme dan cita-cita kebangsaaan yang berkembang di Eropa pada hakikatnya memiliki sifat cinta kebangsaan.
            Nasionalisme yang berkembang di Eropa kemudian menjalar ke seluruh dunia. Memasuki awal abad ke 20, nasionalisme mulai berkembang di negara-negara Asia dan Afrika, termasuk Indonesia. Nasionalisme di Asia dan Afrika bukan hanya merupakan suatu perjuangan kemerdekaan untuk  melepaskan diri dari belenggu penjajahan, tetapi memiliki tujuan yang lebih mendalam. Sehingga beberapa faktor yang mendorong munculnya paham nasionalisme di suatu negara, antara lain;
a.       Adanya campur tangan bangsa lain. Misalnya berupa penjajahan di Indonesia.
b.      Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan yang absolut. Agar manusia mendapatkan hak-haknya secara wajar sebagai warga negara. Seperti halnya Timor Timur yang melepaskan diri dari NKRI.
c.       Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
d.      Bertempat tinggal di suatu tempat.
e.       Keinginan untuk mempersatukan segala bentuk keanekaragaman dalam suatu bangsa.
3. Prinsip-Prinsip Nasionalisme
            Prinsip-prinsip nasionalisme antara lain :
a.       Hasrat untuk mencapai kesatuan
      Kata-kata “kesatuan” diambil dari kata dasar “satu”. Namun apabila kata dasar “satu” tersebut sudah diubah dengan awalan “ke-” dan akhiran “-an”, maka kata “satu” sebagai makna dasar sudah tidak bisa dipergunakan lagi. Sebuah kesatuan timbul karena adanya keanekaragaman ataupun perbedaan. Apabila semuanya sama, kesatuan tidak perlu diwujudkan. Tapi ada hal yang perlu dipertimbangkan pula, bahwa dalam kesatuan memerlukan yang namanya “pemersatu”. Sehingga pemersatulah yang akan menyatukan keanekaragaman tersebut agar menjadi sebuah kesatuan yang padu.
       Realita sejarah juga menggambarkan hal tersebut. Pada jaman Nabi Muhammad SAW di saat beliau berada di Madinah, pada saat itu Madinah tidak hanya dihuni oleh umat yang dikenal dengan kaum Anshor. Bukan pula dihuni oleh para sahabat nabi dari kota Mekah yang disebut kaum Muhajirin. Akan tetapi Madinah juga dihuni oleh umat beragama lain, seperti Yahudi, Nasrani, dan kaum penyembah api (Majusi). Semua kelompok tersebut disatukan oleh Nabi bukan atas dasar agama karena mereka memang memiliki perbedaan keyakinan. Lagi pula Nabi mengetahui bahwa mereka sulit disatukan dengan isu agama. Kenyataan itulah yang mendorong Nabi untuk mempersatukan mereka dengan sentimen kepemilikan bersama atas kota yang mereka tempati dan bagaimana mempertahankan Madinah dari segala ancaman yang datang dari luar.[9]
b.      Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
      Historis sejarah Indonesia telah mencatat segala bentuk usaha para pejuang dalam memerdekakan Indonesia di masa lampau. Penjajahan yang dialami selama beratus-ratus tahun lamanya itu merupakan sejarah yang tidak boleh terlupakan dalam benak bangsa Indonesia. Perjuangan pada saat itu tentu tidaklah mudah. Dalam membangun semangat nasionalisme, bangsa Indonesia memerlukan waktu yang cukup lama. Itupun tidak didasari dengan bahan material yang memadai. Senjata yang dipergunakan hanyalah senjata tradisional seperti parang, bambu runcing, dan yang lainnya. Namun semangat para pejuang kemerdekaan tidak pernah surut untuk tetap bergerilya melawan penjajah. Mereka tetap yakin bahwa pada saatnya penjajahan di Indonesia bisa dimusnahkan.
      Kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan sejak tanggal 17 Agustus 1945. Namun hal demikian tidak bisa dijadikan patokan dan alasan untuk menghilangkan rasa nasionalisme bangsa dalam memerdekakan Indonesia. Apakah dengan kenyataan yang ada pada zaman sekarang, Indonesia bisa dikatakan merdeka? Lalu bagaimana dengan investor asing yang telah banyak menguras sumber daya alam Indonesia? Bagaimana pula dengan produk luar negeri yang tersebar dengan mudah di seluruh nusantara? Bukan berarti kita harus sentiment pada produk luar negeri, namun apakah tergila-gila dengannya merupakan tindakan yang tepat? Kesemuanya bergantung pada pola pikir dan kesadaran dari bangsa Indonesia tersendiri.
c.      Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa
      Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengetahui akan sejarahnya. Semboyan itulah yang sering disemarakkan oleh para sejarawan. Karena dengan melihat sejarah, suatu bangsa akan mengetahui historis negaranya dalam memperoleh kedaulatan yang diakui oleh semua Negara. Sehingga kehormatan suatu bangsa perlu dijaga dan dilestarikan dengan baik. Bukankah harga diri suatu bangsa bertumpu pada intensitas gaya hidup dan perilaku bangsa tersebut? Bukankah kasus korupsi di Indonesia merupakan contoh kecil dari gaya hidup dan perilaku bangsa Indonesia saat ini? Lalu apakah hal itu termasuk dalam upaya melestarikan kehormatan bangsa?

C.    Peran Semangat Nasionalisme Bagi Pemuda
            Mereka yang digolongkan sebagai pemuda adalah tenaga yang produktif. Tenaga produktif inilah yang berperan sebagai “mesin” penggerak lajunya roda pembangunan bangsa dan negara. Tenaga produktif inilah yang mempunyai potensi energi yang sangat besar untuk menciptakan sesuatu yang baru dan mengembangkan sesuatu yang sudah ada.
            Pemuda perlu dididik dan dibina agar potensi yang dimilikinya dapat menghasilkan kontribusi yang positif bagi pembangunan nasional. oleh karena itu, pemuda merupakan aset yang paling berharga bagi suatu bangsa. Apalah artinya sumber daya alam atau kekayaan negara yang berlimpah-limpah apabila di kemudian hari tidak ada generasi penerus yang dapat mengelolanya. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa harus menyadari hal ini. Semakin cepat mereka sadari, semakin baik. Semakin banyak pemuda berkarya sejak dini, semakin baik pula.
            Lagipula pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujukan cita-cita bangsa. Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam setiap bidang. Pemudalah yang dapat merubah pandangan orang terhadap suatu bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu bangsa dengan ide-ide ataupun  gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
            Masyarakat masih membutuhkan pemuda-pemudi yang memiliki kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif dan memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi dalam pembangunan nasional. Pemuda diharapkan mampu bertanggung jawab dalam membina kesatuan dan persatuan NKRI, serta mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalam pancasila agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan umum, serta kerukunan antar bangsa.
            “Masa depan bangsa ada di tangan pemuda”. Ungkapan ini memiliki semangat konstruktif bagi pembangunan dan perubahan. Pemuda tidak selalu identik dengan kekerasan dan anarkisme, tetapi daya pikir revolusionernya yang menjadi kekuatan utama. Sebab, dalam mengubah tatanan lama budaya bangsa dibutuhkan pola pikir terbaru, muda dan segar. Seperti yang dimiliki pemuda tentunya.

D.    Pengertian Napza
Napza atau yang biasa kita kenali dengan narkoba sejatinya adalah obat. Kata obat disini sejurusnya menggambarkan pada zat-zat kimiawi yang biasanya digunakan sebagai alternatif pengobatan, pemeliharaan kesehatan, ataupun pemulihan dari rasa sakit.[10] Maka letak perbedaannya dengan jamu atau ramuantradisional bisa dipandang dengan jelas. Berhubungan dengan kimiawi, pasti hal ini ada kaitannya dengan dosis. Apabila terjadi penyalahgunaan, maka hal berbalik dari yang diinginkan malah akan menjadi tanggungan. Dari itulah napza tidak diartikan sebagai sesuatu yang berbahaya, melainkan letak kebahayaan itu sendiri ditinjau dari segi penggunaan dan tujuan si pelaku perbuatan.
Napza dalam aspek kebahasaan merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang memiliki pengertian sebagai segolongan obat, bahan atau zat, yang jika dimasukkan ke dalam tubuh berpengaruh terutama pada otak dan susunan syaraf pusat. Pengaruh ini dipandang berbahaya jika dimasukkan dengan sembarangan ke dalam tubuh baik dengan cara ditelan, dihisap, dihirup, atau disuntikkan. Golongan zat narkotika meliputi candu, heroin, kokain dan ganja. Adapun psikotropika meliputi amfetamin, ekstasi, shabu dan obat tidur. Sedangkan Zat Adiktif berupa nikotin, alkohol dan inhalansia.[11]
Pengertian senada dikemukakan oleh Edi Warsidi ;
1.      Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman ataupun bukan tanaman.
2.      Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat mempengaruhi susunan syaraf pusat.
3.      Zat adiktif adalah zat yang tidak temasuk ke dalam narkotika dan psikotropika. Tetapi ia menimbulkan rasa ketergantungan.
Berikut beberapa jenis napza yang diartikan oleh Edi Warsidi ;
1.        Morfin adalah zat yang berkhasiat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit.
2.        Ganja adalah tumbuhan perdu liar yang tumbuh di daerah beriklim sejuk dan panas.
3.        Heroin adalah zat yang berbentuk serbuk putih yang pahit.
4.        Kokain adalah zat yang berasal dari erytoxylon coca yang tumbuh di pegunungan andes amerika serikat.
5.        Alkohol adalah minuman keras yang berasal dari hasil fermentasi.
6.        Kafein adalah zat yang terdapat dalam tanaman kopi.
7.        Nikotin adalah zat yang berasal daritumbuhan tembakau.
8.        Sedatife dan hiptonika adalah obat penenang.
9.      Halusinogen adalah zat yang menimbulkan gejala halusinasi.
10.    Inhalasia adalah zat yang dapat dihirup melalui hidungdan dapat menyebabkan mabuk dan ketergantungan seperti lem, bensin, semir sepatu dan tiner.[12]
            Berbagai zat seperti yang telah direkomendasikan di atas, perlu diwaspadai dalam takaran sajinya. Harus ada petunjuk atau resep dari dokter apabila jika zat-zat tersebut betul-betul dibutuhkan dalam proses pengobatan. Karena sekali terjaring virus kecanduan, maka tipislah harapan untuk berhenti kengonsumsinya.

E.     Dampak Napza Bagi Pemuda
Pemuda adalah sosok yang cenderung labil (tidak dalam pengertian Sirot Fajar). Sehingga dari kecendrungan itulah temperamen kekebalan pemuda dari segala hal baru yang berdatangan tidak mampu menepisnya. Pemuda memang sosok produktif, tapi di sisi lainnya kejiwaan pemuda sungguh rentan.
Dengan hadirnya napza, pemuda yang merupakan penerus bangsa ke depannya tentu tidak akan mampu menjalankan amanah besar tersebut. Mereka akan lebih diarahkan pada pemuasan hasrat pribadi semata dan melupakan bahwa masih banyak kepentingan bersama yang harus lebih diprioritaskan. Maka istilah kepemudaan yang dibeberkan Sirot Fajar tidak dapat diaktualisasikan dalam ranah ini karena telah kehilangan rasa memilikinya sebagai masyarakat kolektif.  Entah apa jadinya negara ini di masa mendatang, jika penerus perjuangannya telah merusak dirinya sendiri hari ini.
Tujuan napza dalam merusak ideologi bangsa dimulai dari kalangan pemuda rentan jiwa, terutama bagi mereka yang secara formal duduk di bangku SMP dan SMA. Hal ini terjadi biasanya karena penawaran, coba-coba sesuatu yang baru, ataupun dari tekanan seseorang kepadanya. Peristiwa itu terjadi dalam lingkungan atau perkumpulan pemuda yang kurang jelas arahnya, seperti nongkrong-nongkrong saja. Percobaan pemakaian napza biasanya dilakukan untuk melupakan sejenak atau lari dari problematika yang dialaminya sementara, misalnya stres yang berkepanjangan, kurangnya perhatian orang tua, keretakan rumah tangga atau broken home.
Di Indonesia, pecandu napza ini perkembangannya semakin pesat. Para pecandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 19 tahun. Artinya usia tersebut adalah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi napza biasanya diawali dengan perkenalannya terhadap rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan itulah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.[13]
Selain itu, maraknya penggunaan napza tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, melainkan sudah memasuki area pedalaman. Hal itu dipandang lebih mudah, karena status pendidikan masyarakat yang masih rendah. Tampak pula di sana bahwa generasi muda bangsa menjadi sasaran strategis perdagangan gelap napza.[14] Raup keuntungan dari seorang bandar narkoba sangatlah besar. Hal itulah yang mendasari mereka untuk terus meracuni saudaranya sendiri. Tidak tahu menahu tentang apa yang akan terjadi esok hari jika bangsa benar-benar akan kehilangan pemangkunya.
Tahapan mereka dalam proses penyalahgunaan napza yang pertama yaitu coba-coba. Hal ini berkaitan langsung dengan psikologi masa muda yang serba ingin tahu. Kedua, tahapan pemula. Pada tahapan inilah mereka mulai merasa keenakan dengan hadirnya nuansa baru pra mengonsumsi napza. Pada saat seperti inilah waktu yang tepat untuk memberikan arahan secepatnya agar tidak menjadi suatu kegemaran. Ketiga, tahapan berkala. Di mana pada tahapan ini mereka telah rutin mengonsumsi napza. Entah dalam jangka waktu sehari semalam, tiga hari sekali, ataupun seminggu sekali, tergantung kadar ketertarikan mereka. Sulit memberikan asupan motivasi pada tahapan ini. Keempat, tahapan tetap. Tahapan inilah yang mengibaratkan mereka mengonsumsi napza sebagaimana manusia biasa bertahan hidup dengan makan makanan pokok. Bahkan bisa lebih dari itu.[15]
Lebih parahnya lagi, bagi mereka yang telah masuk kategori darurat. Jika kecanduan sudah tidak bisa dibendung, maka segala cara mereka kerahkan untuk mencapai kepuasan yang dimaksud, seperti halnya mencuri, meminta dengan kasar kepada orang tua, ataupun sampai melukai diri sendiri yang tentunya merupakan tindakan ekstrem dan sangat berbahaya. Dari hal itulah perlu penanganan lebih lanjut, karena dampak napza terhadap kehidupan generasi bangsa sungguh memprihatinkan. Maka benarlah jika BNN (Badan Narkotika Nasional) mengumumkan fatwa “Indonesia Darurat Narkoba” karena memang begitulah kenyataannya.

F.     Peran Semangat Nasionalisme dalam Membentengi Pemuda dari Dampak Negatif Napza
            Sudah kita ketahui bahwa penyalahgunaan narkoba adalah tindakan keliru dan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar. Sudah banyak korban meninggal akibat ulahnya. Maka dari itu, penting adanya sebuah kesadaran. Kajian nasionalisme seperti yang kita ketahui adalah sebuah paham kebangsaan. Sehingga kita perlu untuk menyadarkan mereka tentang paham tersebut. Paham bahwa NKRI membutuhkan mereka untuk berlangsungnya kejayaan di masa mendatang.
            Sedini mungkin, perlulah ditanamkan rasa nasionalisme tersebut. Meskipun tidak diibaratkan sebagai suatu paham pemikiran karena dikhawatirkan berseberangan dengan akidah. Tapi setidaknya nasionalisme di sini diartikan sebagai rasa memiliki dan tanggung jawab. Presiden era saat ini tentunya tidak akan berlangsung selamanya. Akan ada pergantian masa demi masa sebagaimana aturan yang ada.
Para pemuda harus diberikan motivasi agar tidak terlalu mengindahkan semua hal yang dianggap tidak baik, terutama dengan rayuan napza yang tanpa ada hentinya. Berawal dari isu agama pun tidak jadi masalah. Sebab, agama juga mempunyai peranan penting mewujudkan rasa nasionalisme yang dalam hal ini disebutkan dengan حب الوطن (cinta tanah air). Dalam agama juga terdapat penilaian moral, sehingga napza dapat kita nilai dari apresiasi moral yang berupa ;
1.      Napza dapat merusak diri. Sehingga penyalahgunaan napza merupakan pelanggaran terhadap kewajiban kita untuk menghormati dan merawat diri sendiri.
2.      Penyalahgunaan napza hampir selalu mengarah kepada sejumlah perilaku buruk lainnya, seperti berbohong, mencuri, atau perilaku ugal-ugalan dan kekerasan.
3.      Penyalahgunaan napza menyebabkan banyak penderitaan. Tidak hanya bagi sang pemakai, tetapi berdampak bagi orang di sekitarnya secara tidak langsung.
4.      Penyalahgunaan napza oleh anak-anak maupun orang dewasa berkontribusi besar terhadap masalah kemasyarakatan yang merusak.[16]
            Napza sungguh sangat berbahaya dampaknya, dan pemudalah yang menjadi sasaran utama. Namun, tentunya diam tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu adanya jalan keluar supaya aset bangsa yang sedang dikembangkan kini tidak hilang dan siap menyongsong masa depan. Dari hal itu, semangat nasionalisme segera disemarakkan. Dari semua kalangan harap untuk turut berpartisipasi. Karena NKRI tidak hanya dimiliki oleh satu golongan semata, melainkan seluruh masyarakat Indonesia. Hilangkan corak perbedaan dan strata sosial. Kebenaran sejatinya adalah semua yang bertempat tinggal di Indonesia pastilah mengharapkan Indonesia baik ke depannya. Maka dari itu, setiap sesuatu yang diciptakan pasti mempunyai tujuan, dan yang mengetahui secara pasti untuk apa segala sesuatu itu diciptakan adalah penciptanya sendiri.[17]







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Kejayaan suatu bangsa dipandang dari seberapa kuat generasi mudanya. Generasi muda saat ini menjadi tolak ukur kesejahteraan di masa mendatang. Hal ini tidak lepas dari proses kaderisasi dari para pendahulunya. Mereka dituntut mampu menjadi tumpuan negeri. Jika mereka goyah, entah negara akan dibawa pada arah yang bagaimana.
            Namun, perjuangan mereka untuk memperoleh kejayaan tersebut tidak serta-merta seperti halnya membalikkan telapak tangan. Tantangan besar hadir dari sisi eksternal yang diantaranya adalah napza. Fakta kebahayaannya terhadap pemuda dapat dipandang dari jumlah korban yang disebabkan olehnya. Zat adiktif yang sebenarnya digunakan untuk pengobatan dengan dosis ala kadarnya, malah disalah gunakan oleh para pemuda. Berawal dari rasa ingin tahu yang besar, berubah menjadi sebuah kecanduan yang teramat mengancam. Para pemuda sungguh dalam keadaan darurat protektif.
            Dalam problem di atas, semangat nasionalisme dapat dijadikan rujukan keselamatan. Selama seorang pemuda dapat berpikir dengan rasional, tentunya mereka tidak akan terjerembab dalam jeratan napza. Sebenarnya sungguh bodoh para pelaku penyalahgunaan napza, meski mereka secara dominan tidak  berangkat dari akal sehat, melainkan refleks dari hasrat yang tidak dapat dibendung. Maka, kesadaran akan rasa memiliki terhadap bangsa ini dapat menjadi wacana untuk menghindar dari jangkitan napza. Selamatkan mereka yang telah terjun ke dunia gila tersebut, dan peringatkan mereka yang masih terbebas darinya. Indonesia membutuhkan kita. Entah sekarang atau di masa mendatang.






DAFTAR PUSTAKA

Ø Fajar, Sirot. 2013. Psikologi Pemuda. Yogyakarta : Mitra Pustaka Nurani.
Ø Foulcher, Keith. 2008. Sumpah Pemuda (Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia). Depok : Komunitas Bambu.
Ø Hamid, Abd. 2015. Dampak Narkoba Terhadap Anak Usia Sekolah. Majalah New Fatwa. Hlm 15.
Ø Hilmy, Masdar. 2012. Nasionalisme ; Ideologi yang Terbengkalai. Buletin Lentera. Hlm 04.
Ø Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter (Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik). Bandung : Nusa Media.
Ø Martono, Lydia Harlina& Y, SaidanSusuf. 2010. Berkata “Tidak” Pada Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka.
Ø Partodiharjo, Subaygo. 2010. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta : Erlangga.
Ø Ponti, Aan Ibnu. 2012. Islam vs Nasionalisme dalam Konsep Plural. Buletin Lentera. Hlm 06.
Ø Suryadinata, M. 2015. Narkoba, Islam dan Generasi Muda. Majalah New Fatwa. Hlm 20.
Ø Syamsuddin, Azis. 2008. 23 karakter Pemuda Pilihan. Jakarta : RM. Books.
Ø Trisnayadi, Tuwuh. 2013. Bimbingan Karier Untuk Pelajar Muslim. Jakarta : Erlangga.
Ø Warsidi, Edi. 2006. Mengenal Bahaya Narkoba. Sidoarjo : PT. Grafindo Media Pratama.
Ø Zaini, Akhmad. 2014. Mengapa Minat Baca Remaja Kian Berkurang ?. Buletin Lentera.Hlm.11.



[1] Azis Syamsuddin, 23 Karakter Pemuda Pilihan, Jakarta : RM. Books, 2008, p.10
[2] Akhmad Zaini,M.Pd, Mengapa Minat Baca Remaja Kian Berkurang?, Buletin Lentera, 2014, p.11
[3] Sirot Fajar, Psikologi Pemuda, Yogyakarta : Mitra Pustaka Nurani, 2013, p.10
[4] Sirot Fajar, Psikologi....................................................................................p.12
[5]Sirot Fajar, Psikologi.....................................................................................p.5
[6]Sirot Fajar, Psikologi....................................................................................................p.71
[7] Masdar Hilmy, Nasionalisme ; Ideologi yang Terbengkalai, Buletin Lentera, 2012, p.04
[8]Keith Foulcher, Sumpah Pemuda (Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia), Depok : Komunitas Bambu, 2008, p.10
[9] Aan Ibnu Ponti, Islam vs Nasionalisme dalam Konsep Plural, Buletin Lentera, 2012, p.06
[10] Dr. Lydia Harlina Martono & Saidan Yusuf Y. Purba, Berkata “Tidak” Pada Narkoba, Jakarta : Balai Pustaka, 2010, p.2
[11]Dr. Lydia Harlina Martono & Saidan Yusuf Y. Purba, Berkata ............................ .............p.4
[12]Edi Warsidi, Mengenal Bahaya Narkoba, Sidoarjo : PT. Grafindo Media Pratama, 2006, p.21
[13] Abd. Hamid Se, S.H.I, Dampak Narkoba Terhadap Anak Usia Sekolah, Majalah New Fatwa, 2015, p.15
[14] Dr. M. Suryadinata, MA, Narkoba, Islam dan Generasi Muda, Majalah New Fatwa, 2015, p.20
[15]Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Jakarta : Erlangga, 2010, p.18
[16] Thomas Lickona, Pendidikan karakter (Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik), Bandung : Nusa Media, 2013, p.500
[17] Tuwuh Trisnayadi, Bimbingan Karier Untuk Pelajar Muslim, Jakarta : Erlangga, 2013, p.11